Rabu, 25 Februari 2009

Membangun PEMERINTAHAN NAGARI berdasarkan prinsip “Adat basandi Syarak, Syarak basandi kitabullah”

Oleh : H Mas'oed Abidin


Sebenarnya kembali ke pemerintahan nagari --, membuka lebih banyak peluang untuk lebih bertanggung jawab dalam menerapkan nilai-nilai tamadun budaya Minangkabau – ABS-SBK -- yang terikat kuat dengan penghayatan Islam.

Namun ada beberapa kendala -- dalam impelementasi penerapan nilai-nilai budaya tersebut Antara lain ;

1. Hubungan muda mudi dewasa ini, sudah terbiasa meniru kekiri kanan,
2. Hubungan kekerabatan antar keluarga dan taratak mulai menipis,
3. Peran ninik mamak hanya dalam batas batas seremonial,
4. Peran substantif dari ulama, dalam pembinaan akhlak anak nagari kerap kali tercecerkan
5. Peran pendidikan akhlak berdasarkan prinsip-prinsip budaya adat berdasarkan ABS-SBK menjadi kabur dan melemah.

Menata pemerintahan nagari dengan prinsip ABS-SBK sangat dituntut pribadi pribadi yang utuh dan unggul, dengan iman dan taqwa, berlimu pengetahuan menguasai teknologi, berjiwa wiraswasta, ber moral akhlak, beradat dan beragama.
Menata kembali ke pemerintahan nagari sesungguhnya adalah mengembangkan "hidup modern dan maju dengan keimanan yang kokoh".
Konsekwensinya, penyediaan sumber daya manusia berkualitas --- tampilnya penggerak pembangunan nagari berbekal teoritikus yang tajam, dan effektif, qanaah dan istiqamah di bidangnya -- sebelum melaksanakan social reform.
Bila tidak, akan mengundang kerawanan sosial -- apalagi bila penduduk desa-desa yang selama 17 tahun dibiar berkembang dan serta merta berubah menjadi nagari -- yang cenderung tidak berkemampuan mengantisipasi dampak besar yang akan timbul dalam menerima perubahan seketika.
Tenaga membina nagari diperlukan “opsir lapangan”, • bersedia dan pandai berkecimpung di tengah tengah umat, • berilmu dan berpengalaman • “mahir membaca masyarakat” • dapat merasakan denyut nadi kehidupan anak nagari • berurat pada di hati umat di nagari-nagari itu.
Rakyat kecil di nagari-nagari -- di masa derasnya arus globalisasi yang menggeser pola hidup masyarakat di bidang sosial, ekonomi, politik dan juga budaya ini -- senantiasa menjadi sasaran empuk dan umpan dari satu perubahan berbalut westernisasi dan pembudayaan di luar prinsip ABS-SBK – dan acap kali mereka tersasar sesat jalan, hanya karena kurangnya pemahaman terhadap adat dan syarak (agama Islam).
Karena ketiadaan bekalan. Itulah penyebabnya.

Kehidupan sosial berteras kebersa¬maan atau musyawarah – sebagai salah satu landasan yang mengemuka di dalam prinsip ABS-SBK -- bergeser menjadi individualis dan konsumeristis – hanya condong berjuang memelihara kepentingan sendiri – dalam menata pemerintahan nagari karena kurang pemahaman dan lemahnya penegasan pola pelaksanaan undang-undang dan Perda Nagari yang ada.

Tidak jarang terjadi setiap nagari tumbuh dengan sikap bernafsi-nafsi dan condong kepada melupakan nasib orang lain – yang tentu saja tidak pernah terbayangkan adanya di dalam prinsip ABS-SBK itu – dan persaingan antar nagari -- tanpa kawalan -- akan bergerak kepada “yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri”, dan yang kuat akan menelan yang lemah di antara mereka".

Tantangan sosial, budaya, ekonomi, politik dan lemahnya penghayatan agama di nagari-nagari dewasa ini tidak terelakkan.

Maraknya pekat hingga ke taratak-taratak terpencil seperti tuak, arak, judi, dadah, pergaulan bebas di kalangan kaula muda, narkoba, dan beberapa tindakan kriminal dan anarkis, merusak tatanan keamanan, mengaburkan prinsip-prinsip ABS-SBK, padahal pengendali kemajuan sebenarnya adalah agama dan budaya umat (kita menyebutnya ABS-SBK dalam tataran umatisasi).[1] Yang didukung budaya tamaddun turun temurun dalam masyarakat kita – yang tidak lain adalah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah --.

Tercerabutnya agama dari diri masyarakat Sumatera Barat –Minangkabau --, berakibat besar kepada perubahan prilaku dan tatanan masyarakatnya, karena “adatnya bersendi syarak, syaraknya bersendi kitabullah” dan “syarak (=agama) mangato (=memerintahkan) maka adat mamakai (=melaksanakan)” – sungguhpun dalam pengamatan sehari-hari sudah sulit dijumpai.

Peranan alim ulama di Minangkabau sejak dulu adalah membawa umat -- melalui informasi dan aktifiti -- kepada keadaan yang lebih baik,
a. Kokoh dengan prinsip,
b. Qanaah dan istiqamah – konsistensi--,
c. Berkualitas, dengan iman dan hikmah.
d. Ber-‘ilmu dan matang dengan visi dan misi.
e. Amar makruf nahyun ‘anil munkar, teguh dan professional.
f. Research-oriented berteraskan iman dan ilmu pengetahuan.
g. Mengedepankan prinsip musyawarah sebelum mufakat.

Insya Allah dengan itu semua akan dapat dirajut khaira ummah di dalam masyarakat nagari yang pacak menghadapi kompleksitas di alaf baru dengan kekuatan budaya dominan.
Suatu kecemasan bahwa sebahagian generasi yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak.
Kelemahan mendasar ditemui karena, melemahnya jati diri dan kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur agama dan adat yang menjadi anutan bangsa.

Lemahnya jati diri tersebut akan dipertajam oleh tindakan isolasi diri, perbudakan politik, ekonomi, sosial budaya – disertai oleh lemahnya minat menuntut ilmu -- yang menutup peluang untuk berperan serta dalam kesejagatan.[2]

Kondisi sedemikian semakin parah karena adanya pihak-pihak lain yang memulai geraknya dengan uluran tangan pemberian. Bisa terjadi dengan itu "cakak banyak" antar nagari.

Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya menjadi landasan dasar pengkaderan re-generasi di nagari-nagari di Minangkabau dengan kewajiban, memelihara dan menjaga generasi pengganti yang lebih sempurna,
mengupayakan berlangsung proses timbang terima kepemimpinan dalam satu estafetta alamiah -- patah tumbuh hilang berganti –.

Kesudahannya yang dapat mencetuskan api adalah batu pemantik api juga.[3]
Yaitu anak nagari dan pera pemuka di nagari yang teguh dan setia melakukan pembinaan – retransformasi adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah yang sudah lama di miliki – mampu berinteraksi dengan lingkungan secara aktif – artinya ada kesiapan melakukan dan menerima perubahan dalam tindakan yang benar – karena sebuah premis syarak mengatakan bahwa segala tindakan dan perbuatan akan selalu disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang beriman.[4]

Secara umum pemeranan syarak di tengah pembangunan masyarakat nagari ialah,

1. Menghidupkan kembali sikap prilaku yang menjadi modal utama membangun nagari dengan alas musyawarah dan saling menghargai.
Sulit membantah bahwa hilangnya akhlak menjadi salah satu sumber malapetaka yaitu punahnya keamanan. Indikasi melemahnya syarak diantaranya berkurangnya minat menyerahkan anak-anak ke Surau-surau, Majelis Ta’lim, TPA, MDA, bahkan melemahnya frekuensi pengajian-pengajian Al-Qur’an, dan merebaknya kebiasaan meminum minuman keras (Miras) pada sebahagian – kecil (?) -- kalangan muda-remaja di nagari-nagari dan berkembangnya keinginan bergaul bebas di luar tatanan dan batas-batas adat dan syarak (agama) --.
2. Menjalin dan menjamin keikut sertaan semua komponen di tengah masyarakat,

3. Memulai dari penataan akhlak masyarakat anak nagari menurut kaedah syarak mangato adat mamakai.

Akan tetapi seringkali tidak terikuti oleh pembinaan yang intensif, antara lain disebabkan :
a. Kurangnya tenaga tuangku, imam khatib dan alim ulama yang berpengalaman – mungkin berkurangnya jumlah mereka di nagari-nagari atau karena perpindahan ke kota,
b. kurangnya minat menjadi imam-khatib dan alim ulama di nagari,
c. Terabaikannya kesejahteraan alim ulama di nagari-nagari -- secara materil yang tidak seimbang dengan tuntutan yang diharapkan oleh masyarakat dari seorang da’i – di antara jalan keluarnya dapat diupayakan pemerkasaan mereka dengan jalan pelembagaan musyawarah, dan penetapan anggaran nagari atau sumber tetap dari masayarakat --, karena umumnya imam-khatib bukanlah pegawai nagari yang memiliki penghasilan bulanan yang tetap – telah dianggarkan dalam APBD –padahal mereka senantiasa dituntut oleh tugasnya untuk selalu berada di tengah umat di nagari yang dibinanya.
d. Memang tantangan dakwah selalu berhadapan dengan tantangan yang sangat banyak, namun uluran tangan yang didapat hanya sedikit.

Mengatasinya dengan modal kesadaran memanfaatkan jalinan hubungan yang sudah lama terbina – rantau dll. Penyadaran masyarakat terhadap prinsip-prinsip ABS SBK, melahirkan sikap anak nagari (mental attitude) yang penuh semangat vitalitas, enerjik, dan bernilai manfaat sesama masyarakatnya, menanamkan komitmen fungsional bermutu tinggi – kemampuan penyatuan konsep-konsep, alokasi sumber dana, perencanaan kerja secara komprehensif, mendorong terbinanya center of excelences – tangga musyawarah anatara lembaga adat, syarak dan fungsionaris nagari.

Akhirnya tentulah tidak dapat ditolak suatu realita objektif bahwa, “Siapa yang paling banyak bisa menyelesaikan persoalan masyarakat, pastilah akan berpeluang banyak untuk mengatur masyarakat itu.”
hidupkan lembaga syarak sebagai institusi masyarakat yang perannya tidak kalah penting dari lembaga adat nagari.

Penguatan lembaga kemasyarakatan yang ada di nagari mesti di sejalankan dengan kelompok umara’ – pemegang kendali pemerintahan nagari -- yang adil, dalam spirit perubahan membangun kembali masyarakat nagari.

Mengembalikan Minangkabau keakarnya ABS-SBK -- ya’ni Islam -- tidak boleh dibiar terlalai, karena akibatnya akan terlahir bencana. Amatlah penting untuk mempersiapkan generasi umat yang mengenali ;

(a) keadaan masyarakat nagari, aspek geografi, demografi,
(b) sejarah, kondisi sosial, ekonomi, latar belakang masyarakat nagari itu,
(c) tamadun, budaya, dan adat-istiadat dan berbudi bahasa yang baik – nan kuriak kundi nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso --.

Khulasahnya ,
1. Perankan kembali organisasi informal di nagari-nagari,

2. Seiringkan dengan refungsionisasi peran alim ulama cerdik pandai “suluah bendang dalam nagari”

3. Sangat di andalkan untuk membangun masyarakat nagari berdasarkan prinsip ABS-SBK ialah mempererat sistem komunikasi dan koor¬dinasi antar komponen masyarakat di nagari pada pola pembinaan dan kaderisasi pimpinan dan organisasi banagari secara jelas.

4. Dalam gerakan “membangun nagari” maka setiap fungsionaris di nagari akan menjadi pengikat umat – anak nagari -- untuk membentuk masyarakat yang lebih kuat, se¬hingga merupakan kekuatan sosial yang efektif.

5. Pemerintahan Nagari mesti berperan menjadi media pengembangan anak nagari -- bukan sebaliknya -- dan pemasyarakatan budaya adat dan syarak (Islami) sesuai dengan prinsip “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” melalui meng-efektifkan media pendidikan anak nagari dalam pembinaan umat untuk mencapai derajat pribadi taqwa, serta merencanakan dan melaksanakan kegiatan dalam hubungan hidup bermasyarakat sesuai tuntunan syarak (Agama Islam).

6. Di nagari mestinya dilahirkan media pengembangan minat menata kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan agama Islam dalam rangka mengembangkan tujuan kemasyarakatan yang adil dan sejahtera.

Terakhir tentulah merupakan keharusan untuk dikembangkan dakwah yang sejuk -- dakwah Rasulullah bil ihsan -- dengan prinsip jelas, tidak campur aduk (laa talbisul haq bil bathil), menyatu antara pemahaman dunia untuk akhirat -- keduanya tidak boleh dipisah-pisah --, dan belajar kepada sejarah amatlah perlu adanya gerak dakwah dan pembangunan yang terjalin dengan net-work (ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran kembali generasi Islam di nagari-nagari di Minangkabau tentang peran syarak (Syari’at Islam) dalam membentuk tatanan hidup duniawiyah yang baik.

Begitulah semestinya peranan lembaga Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) dalam menapak perubahan baru – membangun kembali masyarakat nagari – di abad ini.

Catatan :
[1] ‘alaikum anfusakum, laa yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitum (QS.5:105), wa man yusyrik billahi fa qad dhalla dhalaalan ba’idan (QS.4:116), fa dzalikumullahu rabbukumul-haqqu, fa madza ba’dal-haqqi illadh-dhalaal ? fa anna tushrafuun (QS.10, Yunus:32).

[2] Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan menyampaikan peringatan kepada umat supaya bisa menjaga diri (antisipatif).
[3] Q.S 47;7, artinya, '' Jika Kamu Menolong ( Agama ) Allah, Niscaya Dia Akan Meno¬long Kamu. Kemudian,
"Kamu Hanya Akan Dapat Pertolongan Dari Allah Dengan (Menolong) Kaum Yang Lemah Diantara Kamu". (Al-Hadist).
Suatu aturan menuruti Sunnah Rasul adalah, “Dan, Tiap Tiap Kamu Adalah Pemimpin, Dan Tiap Tiap Pemimpin Akan Di Minta Pertanggungan Jawab Atas Pimpinannya" (Al-Hadist). Jadinya, kewajiban kepemimpinan menjadi tanggung jawab setiap orang.
[4]QS.53:39-41

Tidak ada komentar: